Hal yang Patut Diteladani dari Muhammad Al-Fatih

Nama Muhammad Al-Fatih tercatat dalam sejarah dunia dan terus dikenang hingga kini. Bagaimana tidak, pada tahun 1453, saat masih berusia 21 tahun, ia telah berhasil memimpin pasukan Turki Utsmani merebut kota Konstantinopel dari Kekaisaran Byzantium. Padahal pada masa itu kota Konstantinopel dikenal sebagai kota dengan benteng legendaris yang sangat sulit ditembus.

1. Fleksibel, Inovatif dan Penuh Kejutan.

Felix Siauw dalam bukunya menceritakan, Al-Fatih memiliki mata pelajaran favorit, yakni sejarah. Felix menulis, sejarah adalah salah satu cabang ilmu yang sangat dikuasai oleh pemimpin besar dunia Islam, seperti Rasulullāh SAW, Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid, dan para sahabat lainnya.
Dengan mempelajari ilmu sejarah itulah, menurut Siauw, Sulṭān Muhammad Al-Fātiḥ kemudian tumbuh menjadi seorang yang fleksibel, inovatif, dan penuh dengan kejutan.
Source : Google Image

2.Berani
Sulṭān Muhammad Al-Fātiḥ terjun sendiri ke medan laga saat perang. Sang sultan tidak gentar berperang melawan musuh dengan pedangnya sendiri.
Ash-Shalabi menceritakan, keberanian Al-Fatih tampak dalam sebuah pertempuran di wilayah Balkan. Saat itu pasukan Turki Uṡtmānĩ tengah berhadapan dengan pasukan Bughanda yang dipimpin oleh Steven. Saat itu ada moncong meriam telah diarahkan pada pasukannya, sehingga para pasukan segera tiarap ke tanah.
Untuk menyemangati pasukannya, Al-Fatih berteriak dengan lantang, “Wahai pasukan mujahidin, jadilah kalian tentara Allāh, dan hendaklah ada dalam dada kalian semangat Islam yang membara.” Kemudian dengan gagah berani ia memegang tameng dan menghunus pedangnya serta segera memacu kudanya berlari ke depan dan tak menoleh pada apa pun.


Source : Google Image
3. Memiliki Keteguhan Hati dan Keyakinan

Source : Google Image
Al-Munyawi mengisahkan dalam bukunya, ketika Konstantin menolak untuk menyerahkan kota Konstantinopel, Al-Fatih bersiteguh, “Baiklah! Tidak lama lagi aku akan mempunyai singgasana di Konstantinopel atau aku akan mempunyai kuburan di sana!”
Senada dengan Al-Munyawi, Felix Siauw pun bercerita melalui pesan singkat kepada kumparan, “Karakter ksatria yang paling menonjol (dari Al-Fatih) adalah keyakinannya pada bisyarah (nubuwwah) Rasulullah, hingga dia melakukan lebih dari yang lain, hingga hasilnya pun lebih dari yang lain.”

4. Pemimpin yang Adil
Dalam bukunya Ash-shalabi menulis, Al-Fātiḥ telah berinteraksi dengan ahli kitab sesuai dengan syariat Islam dan memberikan pada mereka hak-hak beragama. “Dia tidak pernah melakukan perlakuan jahat pada seorang pun dari kalangan Kristen,” terangnya.
Sebaliknya, Al-Fatih justru menghormati para pemimpin agama lain dan berbuat baik kepada mereka. Slogan yang pernah Al-Fatih katakan adalah, “Keadilan sebagai pondasi kekuasaan.”




Comments

Popular posts from this blog

From Rags to Riches

5 Leadership Qualities We Can Learn From Optimus Prime